RELIGIOUS EQUIPMENT AND TRADITIONAL RELIGION OF THE MERATUS PEOPLE IN BALANGAN, SOUTH KALIMANTAN

Hartatik

Abstract. The Meratus people reside in the valleys of the Meratus Mountains, which extends through ten administrative regions. The focus of the study is the characteristics of the Meratus people and their ideological concepts underlying their material culture. The purpose of this study is to build an ethno-archaeological research model that can be applied to social systems of the same or similar cultural system. Thus, the research method used is descriptive-comparative with ethno-archaeological reasoning, whereas data collecting were carried out by survey and interviews. The results indicate that in the northern region of the Meratus Mountains lives the Balangan, Halong and Bukit people who practice similar culture system. Similarity aspects of their cultural system that can be used as the foundation structure of an ethno-archaeological research model in the Meratus Mountains region are ideologies of the universe, the one-year cycle of shifting cultivation and harvest ceremonies, solidarity, life-cycle ceremonies, death-cycle ceremonies, ritual instruments, and types of offerings.

Keywords: ideology, cultivation, harvest ceremonies, life-cycle, death-cycle, solidarity, ritual instruments, offerings, and cultural systems

Source: Berita Penelitian Arkeologi Vol.6 No. 1 Tahun 2012,p. 33-56
Email: tati_balar@yahoo.com

RELIGI DAN PERALATAN UPACARA TRADISIONAL MASYARAKAT DAYAK MERATUS DI KABUPATEN BALANGAN, KALIMANTAN SELATAN

Hartatik

Abstrak. Masyarakat Dayak Meratus tinggal di lembah-lembah Pegunungan Meratus yang membentang di sepuluh wilayah administratif. Fokus studi ini adalah karakteristik masyarakat Dayak Meratus dan konsep ideologisnya yang melandasi budaya materialnya. Tujuan studi ini adalah membangun model penelitian etnoarkeologis yang dapat diterapkan pada lingkungan sosial dengan sistem budaya yang sama atau serupa. Dengan demikian, metode penelitian yang dipakai adalah deskriptif-komparatif dengan pendekatan etnoarkeologi, sedangkan teknik penjaringan data dilakukan dengan survei dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan di kawasan utara Pegunungan Meratus berdiam masyarakat Balangan, Halong, dan Bukit yang memiliki sistem budaya yang serupa. Aspek keserupaan sistem budayanya yang dapat dijadikan landasan struktur model penelitian etnoarkeologis di kawasan Pegunungan Meratus adalah ideologi tentang jagat raya, siklus perladangan dalam satu tahun dan upacara panen, solidaritas, upacara daur hidup, upacara daur kematian, perlengkapan upacara, dan jenis sesaji.

Kata kunci: ideologi, perladangan, upacara panen, daur hidup, daur kematian, solidaritas, perlengkapan upacara, sesaji, dan sistem budaya

Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Vol.6 No. 1 Tahun 2012, hlm. 33-56
Email: tati_balar@yahoo.com

STAGES OF CULTURAL PROCESS IN THE DOWNSTREAM REGION OF KAPUAS RIVER, CENTRAL KALIMANTAN

Sunarningsih

Abstract. Kalimantan has many rivers that greatly affect the lives of the people living in river basins. The rivers have e become a very important part in their daily lives. Therefore, the living activities of people along the river are interesting subjects to study. The archaeological research on the Kapuas River Basin was carried out using descriptive method with an inductive approach, while data were collected in the field using survey techniques. The research objective was to collect data archeology and cultural heritage along the Kapuas River Basin, especially on the region where the Kapuas River empties into the Murung River. This paper discusses the potential of archaeological remains which can explain the cultural process that had occurred in the Kapuas River Basin. The results showed that there were several stages of cultural process that have been experienced by the people who live in the Kapuas River Basin.

Keywords: Kapuas River Basin, the role of the river, settlement, cultural interaction, cultural stage

Source: Berita Penelitian Arkeologi Vol.6 No. 1 Tahun 2012, p. 33-56
Email: asihwasita@yahoo.com

TAHAPAN PROSES KEBUDAYAAN DI KAWASAN HILIR SUNGAI KAPUAS, KALIMANTAN TENGAH

Sunarningsih

Abstrak. Wilayah Kalimantan yang memiliki banyak sungai sangat mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Sampai saat ini, sungai menjadi bagian yang sangat penting pada kehidupan mereka sehari-hari. Oleh karena itu, aktivitas kehidupan masyarakat di sepanjang aliran sungai ini menjadi sebuah kajian yang menarik. Penelitian arkeologi pada Daerah Aliran Sungai Kapuas dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan induktif, sedangkan pengumpulan data di lapangan menggunakan teknik survei. Tujuan penelitian tersebut adalah mengumpulkan data peninggalan arkeologi dan budaya lainnya di sepanjang aliran Sungai Kapuas, terutama di kawasan hilir atau pertemuan dengan Sungai Murung. Tulisan ini membahas potensi arkeologis yang dapat menjelaskan adanya proses kebudayaan yang pernah terjadi pada Daerah Aliran Sungai Kapuas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi beberapa tahapan proses kebudayaan yang telah dialami oleh masyarakat yang bermukim di kawasan Daerah Aliran Sungai Kapuas.

Kata kunci: Daerah Aliran Sungai Kapuas, peran sungai, pemukiman, interaksi kebudayaan, tahapan kebudayaan

Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Vol.6 No. 1 Tahun 2012, hlm. 33-56
Email: asihwasita@yahoo.com

EXPLORATION OF CULTURAL IMPRINTS IN THE HEADWATERS OF RIAM KANAN RIVER

Nia Marniati Etie Fajari

Abstract. Since the 1940s, Awang Bangkal has been recognized as one of the Paleolithic site in Kalimantan. Previous studies have discovered choppers at several locations along the Riam River. However, unfortunately most of the water bodies today had been drowned due to the damming of the river to serve as power source reservoirs, leaving a hilly area that contains the rock resources for stone-tool-making. This paper discusses the archaeological and cultural heritage found in the Riam Kanan region emphasizing on the rock source and its coverage distribution. The method used in this research was descriptive-analytical with inductive reasoning, while field-data collecting was carried out by archaeological survey (and excavation) and interviews. The result of the 2012 research depicts the development of Paleolithic culture characterized by the chopper-chopping-tool tradition in Riam Kanan supported by a group of people who live by hunting and gathering food. Meanwhile, the similarity between the Riam Kanan Paleolithic morphology and technology to that of Pacitanian lithic tradition indicates a chronology of approximately 0.8 to 0.4 mya. Furthermore, the richness of natural resources of the Riam Kanan headwaters environmental conditions has enabled the development of human civilization from time to time in the region.

Keywords: chopper, choppping tool, rock resources, Awang Bangkal, Riam Kanan River, Pacitanian tradition, settlement, Begalung people, ancient mosques, Dutch lorry-train

Source: Berita Penelitian Arkeologi Vol.6 No. 1 Tahun 2012, p.1-32
Email: niamarniatief@yahoo.com

EKSPLORASI JEJAK BUDAYA DI HULU SUNGAI RIAM KANAN

Nia Marniati Etie Fajari

Abstrak. Sejak 1940an, Awang Bangkal diakui sebagai salah satu situs paleolitik di Pulau Kalimantan. Penelitian-penelitian terdahulu telah berhasil menemukan kapak-kapak perimbas di beberapa lokasi yang berada di aliran Sungai Riam Kanan. Namun, sangat disayangkan saat ini sebagian besar badan Sungai Riam Kanan telah tenggelam akibat pembendungan sungai untuk sumber pembangkit listrik, dan menyisakan area perbukitan yang mengandung sumber batuan bahan pembuatan alat batu. Tulisan ini membahas peninggalan arkeologis dan budaya lainnya yang ditemukan di kawasan Sungai Riam Kanan dengan menitikberatkan pada sumber batuan dan cakupan persebarannya. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitik dengan penalaran induktif, sedangkan pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan teknik survei (dan ekskavasi) arkeologis serta wawancara. Hasil penelitian 2012 menggambarkan telah berkembangnya budaya paleolitik dengan karakteristik tradisi kapak perimbas-penetak (chopper-chopping tool complex) di Riam Kanan, yang didukung oleh kelompok manusia yang hidup dengan berburu dan meramu makanan. Sedangkan, kesamaan morfologi dan ciri teknologi paleolitik Riam Kanan dengan Pacitanian mengindikasikan pertanggalan sekitar 0,8-0,4 juta tahun yang lalu. Selain itu, kondisi lingkungan hulu Riam Kanan yang kaya dengan sumber daya alamnya memungkinkan berkembangnya peradaban manusia dari masa ke masa di kawasan tersebut.

Kata kunci: kapak perimbas, kapak penetak, sumber batuan, Awang Bangkal, sungai Riam Kanan, tradisi Pacitanian, pemukiman, masyarakat Begalung, masjid kuna, kereta lori Belanda

Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Vol.6 No. 1 Tahun 2012, hlm.1-32
Email: niamarniatief@yahoo.com

DEFENSE AND CITY INFRASTRUCTURE IN BALIKPAPAN DURING THE DUTCH AND JAPANESE OCCUPATION

Nugroho Nur Susanto

Abstract. At the end of the 19th century, petroleum resources were found in the eastern region of Kalimantan, which is in Sanga Sanga, Tarakan and Balikpapan. The rich quantity of oil encourages the Dutch and Japanese to compete for control of the three mines and for competitive advantage in the world economy. As a result, mining infrastructures and defense systems of the Dutch and Japanese were built in the mining zone. This paper discusses the role of Balikpapan in the petroleum industry during the Dutch and Japanese occupation in Indonesia, as well as the form of defense structures. This study uses descriptive method with approach to cultural history. The study results suggest that Balikpapan became the basis of the petroleum industry management during the Dutch and Japanese colonial periods. Thus, not only oil industry infrastructures were found in Balikpapan, but the city facilities to support the social lives of its employees and military facilities to maintain security and order in the city as well.

Keywords: banua patra, Bataafsche Petroleum Maatschappij, Mathilda well, Australia, Shell, Pertamina Balikpapan massacre

Source: Berita Penelitian Arkeologi Vol.5 No.1 Tahun 2011, p. 85-105
Email: nugi_balarbjm@yahoo.com

INFRASTRUKTUR PERTAHANAN DAN KOTA DI BALIKPAPAN PADA MASA OKUPASI BELANDA DAN JEPANG

Nugroho Nur Susanto

Abstrak. Pada akhir abad ke-19, sumber minyak bumi ditemukan di kawasan timur Kalimantan, yaitu di Sanga Sanga, Tarakan, dan Balikpapan. Kuantitas minyak yang sangat melimpah mendorong Belanda dan Jepang berlomba-lomba menguasai ketiga tambang tersebut dan demi keunggulan persaingan ekonomi dunia. Sebagai akibatnya, infrastruktur pertambangan dan sistem pertahanan milik Belanda dan Jepang dibangun di lingkungan zona pertambangan. Tulisan ini membahas peranan Balikpapan dalam industri perminyakan masa okupasi Belanda dan Jepang di Indonesia, serta bentuk struktur pertahanannya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan sejarah kebudayaan. Hasil kajian menunjukkan bahwa Balikpapan menjadi basis manajemen industri minyak bumi selama masa kolonial Belanda dan Jepang. Dengan demikian, di Balikpapan tidak hanya ditemukan infrastruktur industri minyak, melainkan fasilitas kota untuk mendukung kehidupan sosial pegawainya, dan fasilitas militer untuk menjaga keamanan dan ketertiban kota.

Kata kunci: banua patra, Bataafsche Petroleum Maatschappij, sumur Mathilda, Australia, Shell, Pertamina, pembantaian Balikpapan

Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Vol.5 No.1 Tahun 2011, hlm. 85-105
Email: nugi_balarbjm@yahoo.com

EARLY CHINESE SETTLEMENT IN SINGKAWANG (WEST KALIMANTAN)

Ida Bagus Putu Prajna Yogi

Abstract. Singkawang, located on the west coast of Kalimantan, has a strategic position which enables foreign traders who sailed through the Karimata Strait to make it as their targeted area. Around the 18th century AD, besides merchants, migrants from China also came to this area and made a colony on the coast. However, since the Chinese migrants’ main desire was to find gold, they shifted their settlement to the gold mining areas in the interior. After the gold deposit began to decline, it was reported that at the beginning of 19th century many Chinese miners altered their subsistence into agriculture and crops business, and re-settled in the coastal areas. The existence of the Chinese community who performed as professional traders in the Singkawang caused the region to develop gradually as a famous commercial area. This paper discusses the location of early Chinese settlements based on archaeological and ethnographic data to obtain a picture of the life of Chinese community in the past in Singkawang and its development. This settlement study was conducted using inductive-descriptive reasoning, whereas the data collection was carried out by survey techniques supported by literature study and interviews. The results of this study provide an understanding that the old Chinese settlements were concentrated in a number of locations that were closely related to the types of subsistence. However, the earliest settlement was located in the vicinity of the estuary of Singkawang River, which was the port area where gold merchant ships collected their gold delivery from Monterado.

Keywords: settlements, Chinese, gold mining, subsistence, trade, trade partnership, shrine

Source: Berita Penelitian Arkeologi Vol.5 No.1 Tahun 2011, p. 69-84
Email: bagoes_balar@gmail.com

PEMUKIMAN CINA AWAL DI SINGKAWANG (KALIMANTAN BARAT)

Ida Bagus Putu Prajna Yogi

Abstrak. Singkawang, yang terletak di pesisir pantai barat Kalimantan, memiliki posisi yang strategis yang memungkinkannya menjadi salah satu daerah tujuan para pedagang asing yang berlayar melalui Selat Karimata. Sekitar abad ke-18 Masehi, selain pedagang, perantau dari Cina juga datang ke wilayah ini dan membuat koloni di pesisir. Namun, oleh karena hasrat utama para perantau Cina adalah mencari emas, kemudian terjadi pergeseran tempat tinggal mereka ke daerah pertambangan emas di pedalaman. Setelah deposit emas mulai menurun, dilaporkan bahwa pada awal abad ke-19 Masehi banyak penambang Cina yang beralih mata pencaharian di bidang pertanian dan usaha tanaman perdagangan, dan kembali bermukim di daerah pesisir. Keberadaan komunitas Cina yang memiliki profesi pedagang di Singkawang menyebabkan kawasan ini lambat laun berkembang menjadi daerah dagang yang mashur. Tulisan ini mendiskusikan lokasi pemukiman Cina awal berdasarkan data arkeologis dan etnografis untuk memperoleh gambaran kehidupan komunitas pada masa lalu di Singkawang dan perkembangannya. Studi pemukiman ini dilaksanakan dengan penalaran induktif-deskriptif, sedangkan pengumpulan data dilaksanakan dengan teknik survei yang didukung oleh studi pustaka dan wawancara. Hasil studi ini memberikan pemahaman bahwa pemukiman Cina tua terpusat di sejumlah lokasi yang berkaitan erat dengan jenis mata pencahariannya. Namun, pemukiman yang paling awal terdapat di sekitar muara Sungai Singkawang, yaitu kawasan pelabuhan kapal-kapal saudagar emas yang mengumpulkan kiriman emasnya dari Monterado

Kata kunci: pemukiman, Cina, tambang emas, mata pencaharian, perdagangan, kongsi, tempat peribadatan

Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Vol.5 No.1 Tahun 2011, hlm. 69-84
Email: bagoes_balar@gmail.com